Sejarah Taman Nasional Danau Sentarum

Era Awal dan Penjelajahan Asing
Kawasan Danau Sentarum pertama kali dikenal dunia internasional melalui ekspedisi penjelajah Belanda pada abad ke-19. Komisionaris Hartmann mengunjungi kawasan ini tahun 1823 untuk menjalin kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lokal seperti Selimbau dan Suhaid. Kekayaan alam yang luar biasa menarik perhatian peneliti dan petualang dari berbagai negara Eropa.
Tahun 1852 menandai kunjungan bersejarah Ida Pfeiffer, seorang pemimpin gerakan feminisme asal Austria yang terpesona keindahan alamnya. Pencinta alam Italia bernama Beccari melakukan eksplorasi mendalam tahun 1867 menemukan berbagai spesies tumbuhan unik endemik. Ekspedisi Borneo tahun 1893-1894 menjadi titik balik pengakuan internasional terhadap kekayaan biodiversitas kawasan ini.
Periode Perlindungan Awal
Pemerintah kolonial Belanda mulai menyadari pentingnya melindungi kawasan unik ini dari eksploitasi berlebihan pada awal abad ke-20. Kesadaran konservasi tumbuh seiring meningkatnya penelitian ilmiah yang mengungkap keunikan ekosistem lahan basah musiman ini. Berbagai laporan peneliti menyebut Danau Sentarum sebagai habitat penting bagi spesies langka dan terancam punah.
Status perlindungan resmi dimulai tahun 1981 ketika kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Alam oleh pemerintah Indonesia. Penetapan dilanjutkan dengan status Suaka Margasatwa pada tahun 1982 dengan luas awal yang relatif terbatas. Departemen Kehutanan melalui Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam mengambil alih pengelolaan dan pengawasan kawasan.
Transformasi Menjadi Taman Nasional
Tahun 1994 menjadi tonggak bersejarah ketika kawasan ini ditetapkan sebagai Situs Ramsar oleh UNESCO. Pengakuan internasional ini menempatkan Danau Sentarum dalam daftar lahan basah penting dunia untuk penyerapan air global. Status Ramsar memperkuat posisi kawasan sebagai aset konservasi yang harus dilindungi dengan standar internasional.
Transformasi besar terjadi 4 Februari 1999 melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 34/Kpts-II/1999. Kawasan resmi berubah status menjadi Taman Nasional Danau Sentarum dengan luas 132.000 hektare mencakup tujuh kecamatan. Penetapan ini mengakui pentingnya ekosistem lahan basah terluas di Asia Tenggara bagi keseimbangan lingkungan regional.
Penyempurnaan dan Pengembangan Modern
Periode 2002-2009 menandai era pemetaan dan penataan batas kawasan yang lebih presisi dan sistematis. Tim Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Wilayah III Pontianak melakukan survei komprehensif mencapai temu gelang. Proses Berita Acara Tata Batas menghasilkan luas kawasan yang lebih akurat sebesar 130.940 hektare.
Penyempurnaan final dilakukan 30 Juni 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No SK 4815/Menhut-VII/KUH/2014. Luas kawasan ditetapkan definitif menjadi 127.393,40 hektare berdasarkan survei dan pemetaan terbaru yang lebih teliti. Sistem zonasi taman nasional disahkan November 2014 melalui SK Dirjen PHKA untuk pengelolaan berkelanjutan.
Integrasi Internasional dan Visi Masa Depan
Tahun 2007 menandai bergabungnya TNDS dalam inisiatif Heart of Borneo bersama Malaysia dan Brunei Darussalam. Kerjasama trilateral ini memperkuat posisi kawasan dalam koridor konservasi lintas batas ASEAN yang strategis. Program ini mengintegrasikan pengelolaan ekosistem Borneo secara holistik dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Pengakuan terbaru sebagai Cagar Biosfer Betung Kerihun-Danau Sentarum-Kapuas Hulu menunjukkan komitmen konservasi tingkat dunia. Status ini menempatkan kawasan sebagai laboratorium alam untuk penelitian pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat. Visi masa depan mengarah pada model konservasi terintegrasi yang menyelaraskan perlindungan alam dengan kesejahteraan masyarakat.